Senin, 10 Januari 2011

banyaknya anak putus sekolah

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada masa seperti sekarang ini pendidikan merupakan suatu kebutuhan primer, dimana dalam memasuki era globalisasi seperti sekarang ini pendidikan sangatlah penting peranannya. Orang-orang berlomba untuk dapat mengenyam pendidikan setinggi mungkin untuk mengejar teknologi yang semakin canggih. Tetapi disisi lain ada sebagian masyarakat tidak dapat mengenyam pendidikan secara layak, baik dari strata tingkat dasar sampai jenjang yang lebih tinggi. Selain itu juga ada sebagian masyarakat yang sudah dapat mengenyam pendidikan dasar namun pada akhinya putus sekolah juga. Ada banyak faktor yang menyebabkan masyarakat tidak dapat mengenyam pendidikan atau yang putus sekolah seperti diantaranya keterbatasan dana pendidikan karena kesulitan ekonomi, kurangnya niat seseorang individu untuk mengenyam pendidikan, kurangnya fasilitas pendidikan di daerah terpencil atau daerah tertinggal dan selain itu karena adanya faktor lingkungan ( pergaulan ).
Seperti yang dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada salah satu butir yang tercantum disana dijelaskan bahwa adanya pencerdasan kehidupan bangsa, jadi bagaimana sekarang sikap pemerintah dan masyarakat harus dapat menyikapi hal tesebut, karena secara tidak langsung orang yang tidak menyenyam pendidikan formal akan dekat dengan kebodohan dan kemiskinan. Dampak kemiskinan itu terjadi karena daya nalar orang dan mental orang yang tidak perpendidikan sangatlah berbeda dengan orang yang berpendidikan. Jangankan untuk mencari atau melamar pekerjaan untuk membaca dan menulis saja mereka kesulitan. Dan dari sisi mental mereka yang tidak mengenyam pendidikan akan merasa malu dan minder untuk berkompetisi dengan orang yang mengenyam pendidikan. Pada akhirnya mereka akan tersisih karena ketrbatasan mereka tersebut.
Jadi secara garis besar pendidikan itu sangat penting untuk menunjang karir dan cita-cita di masa depan. Selain itu juga dapat merubah pola atau karakter hidup didalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan apa yang telah dijelaskan di atas, bahwa pendidikan sangatlah penting guna menghadapi perkembangan zaman yang terjadi saat ini. Oleh karena itu, dapat kita ketahui beberapa masalah yang kini muncul antara lain :
1. Apa penyebab adanya anak yang putus sekolah ?
2. Apa upaya pemerintah untuk menekan jumlah anak yang putus sekolah ?

1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ini tidak lain adalah :
1. Mendeskrifsikan penyebab adanya anak putus sekolah.
2. Mendeskrifsikan upaya pemerintah untuk menekan jumlah anak putus sekolah.





BAB II
PEMBAHASAN
Untuk sedikit membuka kesadaran kita, ada baiknya kita mengetahui dan belajar dari Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang disertai dengan mengupas realita. Undang-undang mengatakan bahwa warga negara yang berumur 6 tahun berhak mengikuti pendidikan dasar. Sedangkan warga negara yang berumur 7 tahun berkewajiban untuk mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang setara sampai tamat. Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang lamanya 9 tahun yang diselenggarakan selama 6 tahun di SD dan 3 tahun di SLTP atau sederajat. Pasal 6 ( 1 ) disebutkan, setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, 2 ( a ) disebutkan, bahwa setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.
Seperti yang dijabarkan diatas , pendidikan merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak. Hak yang wajib dipenuhi dengan kerjasama paling tidak dari orang tua siswa, lembaga pendidikan dan pemerintah. Pendidikan akan mampu terealisasi jika semua komponen yaitu orang tua, lembaga pendidikan dan pemerintah bersedia menunjang jalannya pendidikan.
Namun tidaklah mudah untuk merealisasikan pendidikan, khususnya menuntaskan wajib belajar 9 tahun. Banyak faktor yang menjadi kendala agar pendidikan dapat terealisasikan. Seperti misalnya saja dari faktor orang tua, tidak semua orang tua mau menyerahkan anaknya untuk bersekolah. Mayoritas dari mereka berasal dari keluarga kurang mampu sehingga tidak memiliki dana yang cukup untuk membiayai pendidikan putra-putrinya di sekolah formal. Faktor yang lainnya yaitu faktor lembaga pendidikan yang menyediakan sarana dan prasarana pendidikan. Dengan menyediakan fasilitas yang memadai tentu akan menimbulkan adanya biaya. Beban inilah yang harus dibayar oleh orang tua. Tentu tidak mudah bagi para orang tua siswa yang tergolong ekonomi menengah ke bawah untuk membayar biaya tersebut.
Disamping itu, faktor dari pemerintah untuk mewujudkan pendidikan juga sangat berpengaruh. Pemerintahlah yang berkewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan ditambah dengan adanya bantuan dari berbagai pihak. Melalui program-programnya seharusnya pemerintah mampu memberdayakan semua elemen pendidikan. Misalnya program yang telah digulirkan pemerintah sebelumnya seperti Gerakan Orang Tua Asuh ( GN-OTA ) yang berdiri pada tanggal 29 Mei 1996 dimana berfungsi untuk meningkatkan kualitas anak sebagai aset penerus bangsa disamping meminimalkan kemiskinan secara komprehensif dan menyeluruh, juga memiliki misi mengembangkan dan meningkatkan kesadaran serta tanggung jawab masyarakat terhadap masa depan anak bangsa. Peranan GN-OTA ini dalam Prokesra MPMK dapat dibagi menjadi dua. Pertama adalah menuntaskan keluarga pra-sejahtera dan keluaraga sejahtera. Sedangkan yang kedua adalah pemberdayaan keluarga masa depan. Untuk memaksimalkan fungsinya diperlukan kerja keras untuk menyelamatkan generasi penerus bangsa dari ancaman putus sekolah.
Namun kebijakan pemerintah melalui GN-OTA untuk mengatasi siswa yang tidak tertampung di sekolah masih jauh dari yang diharapkan sebelumnya. Walaupun pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan ini, tetapi masalah anak yang putus sekolah tidak dapat diselesaikan juga. Program terbaru yang dikeluarkan untuk mengurangi masalah anak yang putus sekolah adalah BOS ( Bantuan Operasional Sekolah ). Bantuan Operasional Sekolah ( BOS ) ini adalah program bantuan pembiayaan pendidikan. Yangmana pemanfaatannya adalah untuk mengurangi biaya pendidikan yang dikeluarkan para siswa.
Walaupun pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan ini, tapi masalah yang dihadapi mengenai banyaknya anak yang putus sekolah takdapat diselesaikan juga. Di Bali sendiri, kebijakan ini sudah direalisasikan Sebelumnya Bali boleh berbangga karena belakangan ini mulai ikut berbicara di kancah ilmu pengetahuan melalui sejumlah keberhasilan yang diraih siswa sekolah. Misalnya dalam olimpiade fisika dan lainnya. Akan tetapi, itu tidak menghapus realitas bahwa Bali masih menyimpan angka putus sekolah walaupun kebijakan pemerintah mengenai dana Bantuan Operasional Sekolah ( BOS ) sudah direalisasikan. Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan ( Disdik ) Propinsi Bali, sekolah ( SD, SMP, SMA/SMK ) yang terdaftar di Bali tercatat sebanyak 3.184 sekolah yang tersebar. Berikut data sekolah yang tersebar di berbagai daerah di bali


Daftar Sekolah yang tersebar di Bali

No Nama Kota/Kab. SD SLTP SLTA PT Lain-lain Total
1 Kab. Buleleng 515 77 54 5 2 653
2 Kab. Jembrana 196 31 26 1 1 255
3 Kab. Tabanan 337 41 28 3 - 409
4 Kab. Badung 265 42 31 4 2 344
5 Kab. Gianyar 290 45 40 1 1 377
6 Kab. Klungkung 144 22 15 - - 181
7 Kab. Bangli 163 24 15 - 1 203
8 Kab. Karang Asem 364 36 24 1 - 425
9 Kota Denpasar 210 49 51 25 2 337
TOTAL 2.484 367 284 40 9 3.184
Data : 2005/2006
Sedangkan data angka putus sekolah ( mulai jenjang pendidikan SD, SMP hingga SMA/SMK ) di Bali pada tahun 2005-2006 yang didapat dari Dinas Pendidikan ( Disdik ) Propinsi Bali mencapai 1.686 orang yang tersebar di berbagai daerah di Bali. Sekalipun angka ini menurun dari tahun 2004-2005 yang tercatat 1.879 orang. Berikut data anak yang putus sekolah yang tersebar di berbagai daerah di Bali
Daftar anak yang putus sekolah di bali

No Nama Kota/Kab. Jumlah anak yang putus sekolah
1 Kab. Buleleng 482 orang
2 Kab. Jembrana 213 orang
3 Kab. Tabanan 133 orang
4 Kab. Badung 83 orang
5 Kab. Gianyar 115 orang
6 Kab. Klungkung 66 orang
7 Kab. Bangli 151 orang
8 Kab. Karang Asem 368 orang
9 Kota Denpasar 75 orang
TOTAL 1.686 orang
data 2005-2006
Data anak putus sekolah per_tingkat di Bali


No Tingkat Jumlah
1 SD 704 orang
2 SLTP 431orang
3 SLTA 359 orang
4 SMK 192 orang
Jumlah 1.686 orang
data 2005/2005


Dari data diatas membuktikan bahwa masih ada anak yang putus sekolah di Bali yang tersebar di berbagai daerah di Bali.
2.1 PenyebabAnak Putus Sekolah
Faktor yang menjadi penyebab anak mengalami putus sekolah adalah faktor Internal yang berasal dari dalam diri anak putus sekolah disebabkan kaena malas untuk pergi sekolah karena merasa minder, tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekolahnya, sering dicemoohkan karena tidak mampu membayar kewajiban biaya sekolah .Ketidak mampuan ekonomi keluarga dalam menopang biaya pendidikan yang berdampak terhadap masalah psikologi anak sehingga anak tidak bisa bersosialisasi dengan baik dalam pergaulan dengan teman sekolahnya selain itu adalah karena pengaruh teman sehingga ikut-ikutan diajak bermain seperti play stasion sampai akhirnya sering membolos dan tidak naik kelas , prestasi di sekolah menurun dan malu pergi kembali ke sekolah. Anak yang kena sanksi karena mangkir sekolah sehingga kena Droup Out.

Faktor Eksternal adalah faktor yang berasal dari luar anak seperti keadaan status ekonomi keluarga.Dalam keluarga miskin cenderung timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pembiayaan hidup anak, sehingga anak sering dilibatkan untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sehingga merasa terbebani dengan masalah ekonomi ini sehingga mengganggu kegiatan belajar dan kesulitan mengikuti pelajaran.

Kurangnya perhatian orang tua cenderung akan menimbulkan berbagai masalah. Makin besar anak maka perhatian orang tua makin diperlukan , dengan cara dan variasi dan sesuai kemampuan. Kenakalan anak adalah salah satu penyebabnya adalah kurangnya perhatian orang tua. Hubungan keluarga tidak harmonis dapat berupa perceraian orang tua, hubungan antar keluarga tidak saling peduli, keadaan ini merupakan dasar anak mengalami permasalahan yang serius dan hambatan dalam pendidikannya sehingga mengakibatkan anak mengalami putus sekolah.
Selain Permasalahan diatas ada faktor penting dalam keluarga yang bisa mengakibatkan anak putus sekolah yaitu keadaan ekonomi keluarga , latar belakang pendidikan ayah dan ibu, status ayah dalam masyarakat dan dalam pekerjaan, hubungan sosial psikologis antara orang tua dan antara anak dengan orang. Aspirasi orang tua tentang pendidikan anak, serta kurang perhatiannya terhadap kegiatan belajar anak.

Selain itu besarnya keluarga dengan jumlah keluarga yang banyak serta orang –orang yang berperan dalam keluarga. Merupakan masalah yang sangat mempengaruhi anak sehingga mengalami putus sekolah Akibat yang disebabkan anak putus sekolah adalah kenakalan remaja, tawuran , kebut-kebutan di jalan raya , minum – minuman dan perkelahian .Hal ini apabila tidak segera mendapat perhatian dan penanganan secara serius bisa merebak ketindakan kriminal lainnya yang akan merusak generasi bangsa.


2.2 Upaya Pemerintah untuk Menekan Jumlah Anak Putus Sekolah
Persoalan putus sekolah di Bali cukup membuat kita miris. Data Dinas Pendidikan Propinsi Bali menyebutkan, ratusan ribu pelajar di Bali dihantui putus sekolah. Angka yang disebut adalah 1.686 anak usia sekolah usia antara 6-18 tahun. Mereka berasal dari keluarga miskin. Anak usia sekolah dari keluarga miskin inilah yang potensial hengkang dari bangku sekolah sebelum mengantongi ijazah. Hal ini disebabkan keluarga miskin tidak mampu membiayai pendidikan yang menurutnya memberatkan. Di samping itu, cara pandang yang kurang poisitif terhadap arti pendidikan bagi kehidupan masih terdapat pada beberapa keluarga dan masyarakat miskin yang pada umumnya berpendidikan rendah. Masih ada anggapan sementara penduduk bahwa pendidikan tidak akan menjamin perbaikan taraf hidup. Hal itu berakibat mereka enggan menyekolahkan anaknya. Di samping itu terdapat kenyataan bahwa akibat sosial ekonomi yang miskin akan mendorong anak usia sekolah SD dan SLTP terpaksa bekerja membantu kehidupan keluarga. Untuk daerah terpencil terhambat adanya perhubungan yang terbatas sehingga masyarakatnya sukar dijangkau pelayanan pendidikan.
Melihat tingginya angka putus sekolah tersebut pihak Dinas Pendidikan Propinsi Bali menggulirkan berbagai program strategis guna menekan angka pelajar putus sekolah tersebut serendah mungkin. Paling tidak program tersebut ditujukan untuk mengupayakan anak usia sekolah di Bali mengecap pendidikan formal hingga lulus SMP atau menuntaskan wajib belajar 9 tahun. Di antara program strategis yang digulirkan untuk mencegah pelajar putus sekolah adalah pemberian beasiswa bagi anak miskin. Pasalnya, kemiskinan atau ketiadaan biaya merupakan faktor dominan yang menyebabkan ribuan pelajar di Bali ini putus sekolah. Program lainnya adalah dengan program SD-SMP satu atap. Dengan menjadikan SD dan SMP satu atap diharapkan akan dapat menanggulangi faktor jarak tempuh yang juga menjadi faktor penyebab putus sekolah. Dengan program ini biaya transportasi, pemondokan dan akomodasi menjadi terpotong, sehingga lebih menarik minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya. Anggaran untuk membangun ruang-ruang kelas baru pada sekolah satu atap ini pun sudah disiapkan. Pemprop Bali mengalokasikan anggaran Rp 2,47 milyar lebih untuk membangun ruang-ruang kelas baru di sekolah satu atap yang diprioritaskan pada daerah-daerah yang terisolasi.
Masyarakat, khususnya keluarga miskin, tentu mengharapkan program strategis pemerintah daerah di bidang pendidikan ini terealisasi secara ideal. Karena dengan demikian Bali sudah melakukan investasi SDM minimal yang berpendidikan dasar. Proses belajar-mengajar juga harus menjadi perhatian. Menciptakan proses belajar-mengajar yang nyaman dan lancar bagi siswa miskin memang tidak mudah. Intinya adalah harus ada kesadaran pembelajaran semua komponen yang terlibat di dalam proses pendidikan itu. Teristimewa guru dan manajemen sekolah disamping pemerintah. Merekalah ujung tombak yang dituntut memiliki visi dan orientasi lebih besar dalam ”kerja besar” menanggulangi masalah putus sekolah ini. Sedangkan masyarakat (orangtua murid) dan siswa terutama yang miskin adalah pihak yang harus dirangkul karena mereka berpotensi rentan hengkang dari program pendidikan ini dengan berbagai alasan.
Tumbuhnya kesadaran keluarga miskin untuk menyerahkan anaknya ke sekolah harus dilihat sebagai poin penting dalam upaya penanggulangan putus sekolah. Di balik itu harus disadari peliknya persoalan yang dihadapi masyarakat. Tidak hanya faktor kemiskinan, ekonomi dan biaya. Banyak sensitivitas lain yang perlu diselami, sebagai dampak dari kemiskinan itu. Rasa rendah diri, kemalasan, kurangnya wawasan soal pentingnya pendidikan, hambatan komunikasi dengan dunia sekolah, dan lain-lain, menuntut perhatian besar kita. Harus dilihat realitas di lapangan apa adanya. Di daerah yang masyarakatnya miskin atau kurang pemahaman soal pentingnya pendidikan, pekerjaan menuntaskan wajib belajar tentu tidak mudah. Jangan berharap input SDM yang secara mental siap dididik. Yang bebal pun harus diterima. Poin pentingnya adalah bagaimana menjadikan anak yang potensial terpinggirkan dari dunia sekolah menjadi terangkul dalam pendidikan. Bukan justru menjadikan potensi-potensi itu tambah terlempar, menjadi ketakutan sekolah dan memperbesar jumlah putus sekolah. Misalnya, akibat menjadi sasaran kemarahan dan cercaan guru sebagai anak bodoh, atau bahkan jadi sasaran penganiayaan pendidik yang kesal.






BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan adanya keseriusan dan kesigapan dari pemerintah dengan cara mengeluarkan kebijakan-kebijakan seperti halnya kebijakan dana bantuan Operasional Sekolah ( BOS ) untuk mengurangi jumlah anak yang putus sekolah, maka angka anak yang putus sekolah di Bali akan dapat di tekan. Disamping itu peranan dari pihak sekolah beserta dengan orang tua dalam menekan jumlah anak yang putus sekolah juga sangat diperlukan dan berpengaruh akan jumlah anak yang akan putus sekkolah.
3.2 Saran
Sangat diperlukan sekali kesadaran dan kepedulian dari berbagai kalangan baik dari pemerintah, pihak sekolah maupun para orang tua. Dimana kesemuanya ( pemerintah, pihak sekolah, orang tua ) sangat berpengaruh terhadap jumlah anak yang akan putus sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar